Mau apa saja serba cepat dan mudah. Akses informasi begitu melimpah dan serba cepat. Apalagi yang mau kita harapkan dari era saat ini. Malah kadang saya merasa ini terlalu berlebihan.
Kemarin saya lihat beri di Vice dotcom katanya saat ini teknologi untung menghapus dan mengedit kenangan manusia sudah ditemukan. Gila tidak?, Bahkan untuk urusan perasaan saja kita sudah dijajah oleh teknologi.
Bayangkan kita mampu memindai ingatan-ingatan seperti feed Instagram, dan mengingat kembali apa saja yang telah dipelajari, lalu seketika mengakses setiap bagian dari sejarah hidup. Ini akan menjadikan kita manusia yang efisien, berwawasan, dan tercerahkan. Masalahnya, apa kamu akan tetap layak disebut manusia?
Saya jadi ingat film tahun 2000-an yg judulnya Ethernal Sunshine. Disana diceritakan tentang seorang pria yang pergi ke klinik yang menyediakan jasa untuk menghapus kenangan mantan. Tidak terbayang di tahun itu bahwa hal seperti ini dapat diwujudkan dimasa depan. Mungkin dulu terdengar ide gila yang lucu. Tapi sekarang malah menjadi sesuatu yang sangat mungkin bisa dilakukan.
Kembali pada apa yang saya ingin bicarakan di atas, kenapa saya bilang bahwa saat ini perkembangan teknologi komunikasi dan informasi kadang malah terlalu berlebihan. Saya ingin mengajak untuk merefleksikan kembali bagaimana kita sebaiknya menyikapi banyak kemajuan dalam teknologi ini. Salah satunya teknologi komunikasi dan informasi yang harus kita sadari dibalik semua potensi dampak positifnya muncul juga dampak negatif. Ini seperti dua sisi mata pisau.
Masih ingat dengan jaman sebelum ada whatsapps? Saat kita berkomunikasi cukup dengan SMS atau Telpon untuk janjian bertemu. Dimana posisi media komunikasi saat itu cukup membantu kita ketika sedang terpisah jarak ruang dengan lawan bicara. tapi ketika sudah bertemu secara fisik fungsi media itu sudah tidak dibutuhkan lagi.
Sekarang dengan adanya WhatsApp, Messenger, telegram, kira menjadi berlebihan dalam berkomunikasi. Memang manfaatnya banyak. Tapi ketikan penggunaannya sudah berlebihan dan kita tidak menyadarinya itu yang saya kita berbahaya.
Ambil contoh seperti sekarang orang mudah sekali membuat alasan atau enggan bertemu secara langsung meskipun itu bisa dilakukan karena sudah termanjakan oleh kemudahannya. Ada kondisi-kondisi yang sebenarnya dan sebaiknya lebih baik dilakukan dalam tatap muka atau dibicarakan secara langsung. Tetapi pada saat ini hal ini menjadi bias. Kita menjadi terbiasa berbicara tanpa tau ekspresi lawan bicara kita.
Belakangan saya sadar bahwa sebenarnya banyak pola pikir dan perilaku saya yang mulai berubah sejak era yang serba digital ini. Ambil contoh seperti terbiasa membaca artikel-artikel pendek di portal berita atau media sosial dan mulai malas membaca buku.
Di era audio visual ini sepertinya membaca bacaan panjang seperti buku menjadi sesuatu yang kuno. Saya jadi terbiasa melihat berita yang sebenarnya tidak saya butuhkan informasinya. Melihat video-video vlog di YouTube yang sebenarnya tidak penting untuk ditonton. Iya memang hiburan itu perlu. Tapi saya kira saat ini menjadi membingungkan saat kita melihat atau menonton itu dalam kondisi kita membutuhkan atau kita mencari hiburan saja.
Beralihnya media jurnalistik dari cetak ke online awalnya saya kira hanya sebuah proses migrasi bentuk saja untuk kemudahan akses. Tapi nyatanya hal ini sama sekali tidak sesederhana itu. Berita-berita yang kita lihat hari ini begitu cepat tersaji, begitu ringkas, dan efek dari kecepat itu akhirnya sering kita temui banyak media yang dengan mudah melakukan pemberitaan tanpa verifikasi. Akhirnya meralatnya atau menghapusnya.
Kita saat ini dibanjiri berita-berita dengan judul-judul yang bombastis. Selain itu diluar sisi positif kita dimudahkan dengan kebebasan memilih sumber berita menjadikan kita bingung mana berita yang bisa dipercaya atau tidak.
Kita di jaman dimana semua orang bisa menyampaikan berita, semua orang bisa menjadi media sumber informasi. Saya kira disatu sisi ini baik, karena kita akhirnya tidak dimonopoli oleh raksasa media yang saat ini tidak punya kuasa penuh untuk mengontrol informasi. Tapi, disisi lain ini juga bumerang bagi kita karena kadang saya terprovokasi oleh berita yang sebenarnya sumber dan kebenaranya tidak bisa dijamin.
hoax bisa diproduksi oleh siapa saja ini menjadi residu dari arus perkembangan teknologi komunikasi yang begitu pesat saat ini. Pemerintah atau pemangku kebijakan yang bertanggungjawab untuk mengontrol dan mengelola ini selalu kuwalahan. Karena memang wajar demikian arus yang semakin cepat ini pasti sulit untuk diimbangi siapapun.
Seperti dalam istilah Global Village. Saat ini tidak ada batas-teritorial dalam media sosial. Siapa saja dari lintas negara bisa berdialog atau bahkan bertengkar. Karena tidak ada batasan-batasan dan berbaurnya semua orang dalam wadah yang sama membuat nilai-nilai dan norma kebudayaan masing-masing dari kita menjadi bercampur dan efek buruknya banyak yang mulai meninggalkan nilai dan tradisi aslinya dan malah membawa nilai dan tradisi baru dan memang tidak selalu positif, imbasnya malah akan merubah sebuah budaya dan nilai yang sebenarnya sudah baik.
Memang serba salah dalam menyikapi banyak hal yang datang secara bersamaan dan serba cepat saat ini jika kita tidak punya pegangan yang kuat atau fondasi tentang bagaimana kita harus bersikap. Bagi saya bakat reflektif saja yang akhirnya membatasi untuk tidak bertindak terlalu terjerumus pada arus globalisasi informasi saat ini.
Saya Sebenarnya tidak bermasalah dengan semua perkembangan teknologi informasi saat ini. Tapi yang menjadi kegelisahan saya adalah kekhawatiran tentang Bagaimana kalau saya ternyata secara tidak sadar terlena akan kemudahan yang didapatkan oleh teknologi ini.
Saya jadi ingat obrolan saya dengan pak Sindu beberapa waktu yang lalu, beliau bercerita "dalam sebuah riset menunjukkan bahwa Indonesia saat ini atau masyarakat milenial saat ini pada umumnya mempunyai minat baca yang tinggi tapi daya baca yang turun".
Kita banyak yang mengalami atau sebagai contoh saya sendiri, bahwa saya juga mulai jarang sekali untuk membaca buku dan minat untuk membaca pun juga turun tapi saya secara tidak sadar mengalami proses membaca yang banyak. Kita juga menyadari itu, setiap hari secara tidak sadar membaca dengan melakukan pesan singkat melalui WhatsApp membaca berita di media sosial atau di portal berita online. Minat baca kita banyak dalam hal yang kita ingin ketahui tapi daya baca kita kemampuan kita untuk konsisten dalam membaca secara mendalam itu yang saya kira saat ini banyak yang yang tidak menyadari bahwa hal ini menjadi semakin tergerus oleh cepatnya arus informasi dan banyaknya hal yang bisa kita cari di internet.
Mungkin kita lupa bahwa kita sudah terbiasa untuk meninggalkan tindakan untuk sebuah proses kesadaran. Salah satu yang mudah untuk kita merefleksi dalam proses kesadaran dan menyadari itu seperti halnya kita bernafas, memang tidak perlu adanya kesadaran kita pasti bisa bernafas tapi ketika kita menyegaja bernafas dengan memasukkan udara kedalam tubuh kemudian ke paru-paru melepaskan kembali dengan hembusan yang kita sadari sepenuhnya ini akan menjadi berbeda. Sama halnya dengan peristiwa-peristiwa keseharian yang kita alami ketika kita membawa sikap untuk menyadari ini betapa luar biasanya itu.
Boleh jadi saat ini kita harus membiasakan diri untuk bertindak dengan penuh kesadaran. Hal-hal yang serba cepat di era media digital saat ini. Menjadikan kita tidak akan mudah untuk tergagap-gagap dalam menghadapinya. Kita harus menyadari betul apa yang kita butuhkan dan apa yang harus kita lakukan. Sama halnya dengan kita dalam menyikapi dan mengolah informasi yang yang melimpah ini menjadi bermanfaat.
Saya sendiri menyadari bahwa banyak informasi yang saya terima kemudian hal itu menjadi sia-sia dan dan tidak hanya tidak bermanfaat tetapi juga mempengaruhi diri saya secara mental.
Bisa kita lihat contoh untuk hari ini kita semua harus berada di rumah dan jika kita terpaksa keluar rumah untuk keperluan yang memang betul-betul penting dan harus memakai masker.
Oke itu kewaspadaan yang harus kita lakukan dalam situasi Pandemi saat ini. Tapi di lain hal kita terus menerima berita-berita yang membuat kita malah semakin khawatir.
Saya kira waspada perlu dan hati-hati juga perlu tapi takut dan khawatir yang berlebihan itu jangan sampai terjadi. Secara tidak sadar kita terus menerima asupan informasi berita-berita yang yang malah membuat kita ketakutan, nah peran kita di sini adalah perlu kita menghadirkan sebuah sikap kesadaran. Perlukah kita terus menelan informasi-informasi seperti ini atau hanya perlukah kita menerima informasi atau mencari informasi yang memang kita butuhkan saja.
Inilah yang menjadi alasan saya dalam menulis saat ini. Ketika kendaraan yang kita naikin ini sudah melaju cukup cepat sesuai yang kita harapkan, maka yang perlu kita perhatikan dan waspadai dengan baik adalah bagaimana rem kendaraan ini bisa difungsikan dengan baik atau dalam kondisi yang baik. Harus kita ketahui itu. Makanya menurut saya secara teknologi apa yang kita nikmati saat ini sebenarnya sudah sangat cukup dan baik tinggal kita mengelola bagaimana semua yang serba melimpah ini dengan baik dan bermanfaat paling tidak untuk diri kita sendiri.
Saya teringat seorang teman pernah bercerita pada saat sebelum ramai pandemi ini di Indonesia dia mengatakan "Saya tidak betah di rumah karena selalu mendengarkan berita berita di televisi yang terus meneror dengan informasi-informasi yang berlebihan."
Mari kita renungkan bersama-sama dan mari kira mulai melibatkan kesadaran dalam berbagai tindakan dan keputusan. Sehingga semua hal dalam setiap tindakan kita menjadi bernilai.
Pada akhirnya, kitalah yang sepenuhnya harus menentukan.
Apakah kita sedang menguasai teknologi?
Ataukah kita sedang dikuasai teknologi?
Ataukah kita sedang dikuasai teknologi?


Posting Komentar
Posting Komentar